- Home>
- Artikel Pendidikan , makalah >
- PELANGGAN-PELANGGAN PENDIDIKAN
Posted by : MI Bustanul Ulum Sumberanyar
28 Oktober 2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalaha
Lembaga Pendidikan merupakan suatu lembaga yang senantiasa diperlukan oleh masyarakat sepanjang masa, namun tidak semua lembaga pendidikan diminati masyarakat, ada beberapa lembaga pendidikan yang semakin tahun semakin menurun baik jumlah siswanya maupun kualitasnya, bahkan sampai akhirnya ditutup. Sebaiknya tidak sedikit pula lembaga pendidikan baru yang muncul, berkembang bahkan semakin tahun sekamin eksis dan maju.
Lembaga pendidikan yang selalu diminati masyarakat yaitu lembaga pendidikan yang baik dalam pengelolaan sumber daya yang ada, akuntabel, berkualitas, mampu bersaing dengan lembaga lain dan dapat mengantarkan peserta didiknya ke jenjang pendidikan yang leibh tinggi ataupun ke dunia kerja dengan bekal ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta ketrampilan teknis yang sangat diperlukan oleh dunia usaha dan industri, lembaga seperti inilah yang kita namakan lembaga pendidikan yang baik dan bermutu.
Dunia Pendidikan Islam di Indonesia ssetelah era reformasi menempati kedudukan yang sangat penting di dalam pendidikan nasional. Berbagi perundangan dan peraturan yang dihasilkan oleh pemerintah dimulai dengan UU nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, yang termasuk didalamnya mengatur juga tentang Pendidikan Islam, diikuti dengan munculnya PP nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan, serta yang terakhir adalah peraturan menteri Agama nomor 16 tahun 2010 tentang pengelolaan pendidikan agama pada sekolah. Peraturan perundangan tersebut mau tidak mau mengacu seluruh pelaku pendidikan Islam agar bisa setara, bahkan maju dibandingkan dengan pendidikian umum yang lebih dahulu matang dan mapan.
Maju tidaknya suatu pendidikan, amat sangat tergantung kepada keahlian pengelolanya untuk dapat menjaga mutu sehingga kepercayaan masyarakat selaku konsumen tidak dapat dipalingkan. Kondisi tersebut pendidikan Islam merasa terpuaskan dengan apa yang ditawarkan oleh pengelola lembaga pendidikan islam. Kepuasaan pelanggan akan lembaga pendidikan yang handal dapat eksis ditengah-tengah persaingan yang semakin global.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalaha
Lembaga Pendidikan merupakan suatu lembaga yang senantiasa diperlukan oleh masyarakat sepanjang masa, namun tidak semua lembaga pendidikan diminati masyarakat, ada beberapa lembaga pendidikan yang semakin tahun semakin menurun baik jumlah siswanya maupun kualitasnya, bahkan sampai akhirnya ditutup. Sebaiknya tidak sedikit pula lembaga pendidikan baru yang muncul, berkembang bahkan semakin tahun sekamin eksis dan maju.
Lembaga pendidikan yang selalu diminati masyarakat yaitu lembaga pendidikan yang baik dalam pengelolaan sumber daya yang ada, akuntabel, berkualitas, mampu bersaing dengan lembaga lain dan dapat mengantarkan peserta didiknya ke jenjang pendidikan yang leibh tinggi ataupun ke dunia kerja dengan bekal ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta ketrampilan teknis yang sangat diperlukan oleh dunia usaha dan industri, lembaga seperti inilah yang kita namakan lembaga pendidikan yang baik dan bermutu.
Dunia Pendidikan Islam di Indonesia ssetelah era reformasi menempati kedudukan yang sangat penting di dalam pendidikan nasional. Berbagi perundangan dan peraturan yang dihasilkan oleh pemerintah dimulai dengan UU nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, yang termasuk didalamnya mengatur juga tentang Pendidikan Islam, diikuti dengan munculnya PP nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan, serta yang terakhir adalah peraturan menteri Agama nomor 16 tahun 2010 tentang pengelolaan pendidikan agama pada sekolah. Peraturan perundangan tersebut mau tidak mau mengacu seluruh pelaku pendidikan Islam agar bisa setara, bahkan maju dibandingkan dengan pendidikian umum yang lebih dahulu matang dan mapan.
Maju tidaknya suatu pendidikan, amat sangat tergantung kepada keahlian pengelolanya untuk dapat menjaga mutu sehingga kepercayaan masyarakat selaku konsumen tidak dapat dipalingkan. Kondisi tersebut pendidikan Islam merasa terpuaskan dengan apa yang ditawarkan oleh pengelola lembaga pendidikan islam. Kepuasaan pelanggan akan lembaga pendidikan yang handal dapat eksis ditengah-tengah persaingan yang semakin global.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka dapat didapatkan beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
a. Apakah yang dimaksud pelanggan dalam pendidikan ?
b. Siapa sajakah yang menjadi pelanggan pendidikan ?
c. Bagaimanakah hubungan antar pelanggan pendidikan ?
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk mengetahui tentang konsep pelanggan, dan siapa saja para pelanggan serta bagaimanakah hubungan antar pelanggan khususnya dalam dunia pendidikan. Sebab untuk mencapai kepuasan pelanggan, kita harus mengetahui siapa saja yang mejadi pelanggan-pelanggan pendidikan. Karena tidak mungkin bagi kita dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan par pelanggan, sementara kita tidak tahu siapa pelanggan kita.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Pelanggan
Gazpers memberikan beberapa definisi tentang pelanggan, yaitu :
1. Pelanggan adalah orang yang tidak tergantung pada kita, tetapi kita yang bergantung pada pelanggan.
2. Pelanggan adalah orang yang membawa kita kepada keinginannya.
3. Tidak ada seorangpun yang pernah menang beradu argumentasi melawan pelanggan.
4. Pelanggan adalah orang yang teramat penting yang tidak dapat dihapuskan.
Tjiptono dan Diana (2003: 100) berpendapat pelanggan merupakan orang yang beriteraksi dengan perusahaan setelah proses menghasilkan produk. Sedangkan pihak-pihak yang berinteraksi dengan perusahaan sebelum tahap proses menghasilkan produk disebut sebagai pemasok. Berdasarkan pandangan tradisional pelanggan dan pemasok merupakan entitas eksternal.
Pendidikan telah didefinisikan sebagai penyedia jasa, yang meliputi biaya pendidikan, penilaian dan bimbingan bagi peserta didik, orang peserta didik, dan para pendukung (supriyanto, 1999: 25). Lebih lanjut Supriyanto (1999: 25) mengklasifikasi pelanggan dalam bidang pendidikan adalah pelanggan primer, sekunder, dan tensier. Pelanggan primer adalah mereka yang langsung menerima jasa pendidikan tersebut yaitu peserta didik. Pelanggan sekunder adalah mereka yang mendukung pendidikan seperti orang tua dan pemerintah. Pelanggan tersier adalah mereka yang secara tidak langsung memiliki andil, tetapi memiliki peranan penting dalam pendidikan (selaku pemegang kebijakan) seperti pegawai, pemerintah, dan masyarakat.
Adanya perbedaan pelanggan ini maka diperlukan suatu perhatian khusus dari lembaga pendidikan terhadap keinginan pelanggannya. Hal ini penting untuk mengembangkan mekanisme pelayanan pendidikan yang diberikan. Jika perhatian khusus terhadap perbedaan yang diabaikan oleh lembaga pendidikan, maka akan berdampak pada kehilangan pelanggan potensial.
Dari beberapa definisi pelanggan diatas, maka dapat disimpulkan bahwasanya pelanggan adalah orang yang menggunakan jasa kita untuk memenuhi tuntutan kebutuhan mereka, dan kita membutuhkan mereka untuk dapat menjalankan lembaga / badan yang kita kelola.
2.2 Pelanggan-pelanggan Pendidikan
Ada empat jenis pelanggan dalam pendidikan. Mereka masing-masing memiliki kebutuhanyang berbeda dari system pendidikan dan menambahkan sesuatu yang berbeda juga.
1. Siswa sebagai pelanggan
Sekolah dan perguruan tinggi ada untuk siswa. Tanpa orang yang bersedia untuk menghadiri lembaga, maka tidak ada sekolah. Manfaat dari lembaga pendidikan adalah bahwa siswa menimba ilmu dilembaga tersebut, sehingga mereka dapat mengatur hidup mereka sendiri ketika meninggalkan lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan dipersiapkan untuk pelatihan dan pengembangan karakter agar didunia nyata setelah pendidikan, mereka menjadi tangguh dan ulet. Pengalaman pendidikan kepimpinan dan manajemen yang kurang baik yang diterima siswa akan mempengaruhi pola karakter mereka didunia nyata. Akibatnya, jika hal ini terjadi maka institusi pendidikan yang bersangkuta akan menerima yang bersangkutan akan menerima reputasi yang buruk dan telah jelas gagal dalam membentuk karakter siswanya. Intinya pelanggan institusi pendidikan adalah siswa “membeli” produk pendidikan suatu institusi, dan produk tersebut bukan hanya ilmu sains saja, akan tetapi juga pembelajaran kepemimpinan, manajemen dan karakter.
2. Staf sebagai pelanggan
Setiap orang yang menjalankan bisnis yang berhasil akan tahu bahwa jika staf yang tidak produktif akan menyebabkan bencana untuk bisnisnya. Staf dilembaga pendidikan adalah pelanggan internal, dimana organisasi pendidikan berusaha untuk membuat mereka senang. Dengan memberikan pengelolaan yang jelas dan terstruktur, staf dibidang pendidikan merasa aman dan focus terhadap tujuan bersama yaitu pelaksanaan pendidikan yang baik untuk siswa dan menyenangkan kelompok pelanggan berikutnya. Staf merupakan penyedia jasa sekaligus pelanggan pendidikan.
3. Orang tua dan masyarakat sebagai pelanggan
Orang tua dari siswa jelas memiliki kepentingan dalam hasil dari pendidikan yang diberikan oleh sebuah institusi. Disekolah negeri orang tua telah membayar pajak mereka yang pada gilirannya membayar untuk sekolah dan orang tua benar-benar mengharapkan nilai terbaik yaitu, siswa meninggalkan sekolah dengan semangat dan keyakinan yang siap untuk dunia kerja. Masyarakat sekitar sekolah adalah pelanggan yang mungkin tidak memiliki kepentingan spesifik disekolah, akan tetapi kepentingan untuk ikut memanfaaatkan hasil pendidikan. Masyarakat yang menjadi pelanggan meyakini bahwa “produk” yang dihasilkan institusi pendidikan dapat meminimalkan gangguan potensial yang disebabkan oleh karakter dan sikap siswa yang tidak baik. Misalnya, meminimalisir kegiatan malam hari, atau kegiatan olah raga popular dapat membawa tambahan stimulus yang positif kepada masyarakat. Dengan meminimalkan gangguan yang ditimbulkan melalui kegiatan sekolah, masyarakat menjadi senang karena “produk” yang dijual oleh institusi pendidikan merupakan nilai social yang jauh lebih tinggi harganya dibandingkan dengan ilmu sains semata. Sekolah hanya perlu mengelola penanganan isu-isu sensitif yang mungkin timbul dengan hati-hati dan pengertian yaitu melalui pembelajaran kepemimpinan, manajemen, dan karakter.
4. Pemerintah sebagai pelanggan
Semua lembaga pendidikan bertanggung jawab kepada pemerintah, karena pemerintah memiliki suatu badan yang dibentuk untuk memeriksa standar sekolah dan “produk” yang ditawarkan kepada siswa. Pemerintah adalah pelanggan dalam arti bahwa ia telah lulus pada tanggung jawab menyediakan produk pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Layanan pelanggan yang baik menyatakan bahwa jika permintaan dibuat, misalnya perubahan dalam kurikulum, maka harus dilakukan sesuai dengan kebijakan tanpa komentar yang tidak semestinya berlalu dan konsisten dalam kerjasama.
Sekarang kita dapat melihat, bahwa menyeimbangkan kebutuhan keempat jenis pelanggan adalah suatu proses yang sulit. Staf pengajar dan pembelajaran yang memiliki tanggung jawab untuk memberikan pendidikan harus bekerja bersama staf administrasi dan manajerial yang perlu difokuskan untuk menyenangkan tiga jenis pelanggan yang lain. Setiap orang di institusi pendidikan memiliki peran dan pengalaman masing-masing yang dapat membantu lembaga pendidikan untuk menyeimbangkan kebutuhan pelanggan mereka dengan cara dan gaya masing-masing dimana siswaa tetap menjadi fokus terhatian sebelum memuaskan pelanggan lainnya.
2.3 Hubungan Antar Pelanggan Pendidikan
Jasa dalam pendidikan berupa pelayanan yang berasaskan pada keterkaitan pola perilaku pelaku-pelaku pendidikan. Pelaku-pelaku pendidikan di sini terdiri dari guru atau dosen dan staf pendukung atau karyawan.Dalam manajemen mutu terpadu (Total Quality Management/ TQM), terdapat gambaran yang sangat jelas bahwa mind set pelaku pendidikan itu tergambar di dalam mutu jasa pelayanan pendidikan yang diberikan kepada pelanggannya.
Mengapa demikian? Edward Sallis (1993), secara gambling memberikan hubungan antar pelanggan yang ada di dalam lembaga pendidikan (sekolah atau perguruan tinggi). Ada tiga jenis pelanggan, menurut Edward Sallis. Pertama, pelanggan primer. Kedua, pelanggan sekunder. Dan yang ketiga pelanggan tersier.
Pelanggan primer adalah semua siswa atau maha siswa yang langsung merasakan mutu jasa pendidikan. Pelanggan sekunder adalah orang tua maha siswa atau masyarakaat yang mengirimkan putra-putrinya kesekolah atau institusi pendidikan. Adapun pelanggan tersier adalah semua pengguna lulusan baik perusahaan, dunia industri atau pemerintah serta stakeholders lain yang terlibat dalam hubungan manfaat pendidikan yang dihasilkan oleh sekolah ataau lembaga pendidikan.
Di antara tiga jenis pelanggan pendidikan di atas, ada benang merah terkait bagaimana proses mind set pelaku pendidikan bisa digambarkan dari mereka. Ada satu konsep lagi yang perlu dicermati. Ditinjau dari segi ikatan batin organisasi, pelanggan dibedakan menjadi dua. Pertama adalah pelanggan internal dan kedua adalah pelanggan eksternal. Pelanggan internal adalah antar pelaku pendidikan di dalam institusi itu sendiri, misalnya antar guru atau antar dosen, antar karyawan atau antara karyawan dan guru, atau antara karyawan dan dosen. Nah, dari ikatan benang merah itulah, maka mind set pelakun pendidikan di dalam sekolah atau lembaga pendidikan tampak jelas. Begini ilustrasinya. Jika mutu jasa pendidikan di dalam antar pelanggan internal jelek, maka akan berpengaruh terhadap mutu jasa pendidikan untuk pelanggan eksternal. Sebab, proses pendidikan pasti buruk akibat mutu jasa internal pelanggan.
Misalnya saja, jika tidak ada hubungan harmonis di dalam sekolah atau lembaga pendidikan maka kinerja proses pendidikan di sekolah atau lembaga kinerja antar pelanggan internal itulah pasti menghasilkan mutu jasa pendidikan yang jelek pula kepada pelanggan eksternal.
Hubungan antar unit atau antar bagian di dalam sebuah sekolah atau lembaga pendidikan juga merupakan faktor pengaruh baik buruknya mutu jasa pendidikan. Jika di antara unit atau bagian itu ada masalah, yang berarti tidak adanya kerja sama yang baik karena ada kaitannya satu sama lain, maka hasil mutu yang diproses pasti jelek. Ini akan berakibat pada mutu proses pendidikan yang akan diterima oleh pelanggan eksternal. Intinya adalah bahwa jika mutu pendidikan yang diterima pelanggan eksternal, primer, sekunder, dan tersier jelek, maka ini sekaligus memberi gambaran jeleknya mind set para pelaku pendidikan di dalam lembaga itu sendiri. Jika terdapat kepuasan para pelanggan eksternal, baik primer, sekunder, maupun tersier, maka ini merupakan cerminan mind set para pelaku pendidikan yang ada di dalam sekolah atau lembaga pendidikan.
Jadi, gambaran tentang konsep pelanggan pendidikan yang diuraikan oleh Edward Sallis, sangat konsepsional sehingga benang merah keterkaitan antar semua pelanggan dalam pendidikan bisa dipakai untuk meneropong bagaimana mind set pelaku-pelaku pendidikan di sekolah atau lembaga pendidikan. Dari konsep itulah, TQM dalam pendidikan terapannya sangat penting, jika konsep-konsep yang digambarkan tentang pelanggan baik internal maupun eksternal itu diimplementasikan di lembaga pendidikan. Implementasinya adalah dengan cara mencari keterkaitan antar pelanggan sesuai konsep-konsep pelanggan dalam pendidikan.
Selama ini, sekolah atau lembaga pendidikan masih belum semua memahami konsep pelanggan khusus terapannya di dunia pendidikan. Konsep pelanggan itu bisa dipakai untuk meneropong mind set pelaku-pelaku pendidikan di sebuah sekolah atau lembaga pendidikan. Konsep tersebut, dikaitkan dengan mutu jasa pendidikan dengan cara menelusuri benang merah keterkaitan antar pelanggan: internal dan eksternal.(Sumber: IndonesiaPos, 20 Maret 2012).
Berdasarkan pandangan TQM menurut Tjiptono dan Diana (2003:100) pelanggan dan pemasok ada di dalam dan ada di luar organisasi. Pelanggan eksternal adalah orang yang membeli dan menggunakan produk perusahaan. Pemasok eksternal adalah orang di luar prganisasi yang menjual bahan baku, informasi, atau jasa kepada organisasi. Supriyanto (1999:27) mengemukakan dalam bidang pendidikan, pelanggan intaernal adalah pegawai sekolah, sedangkan pelanggan eksternal adalah peserta didik. Fokus utama dari lembaga pendidikan ialah pada pelanggan eksternal (peserta didik).
Sedangk di dalam organisasi juga ada pelanggan internal dan pemasok internal. Misalnya dalam suatu lembaga pendidikan, guru A sebagai guru mata pelajaran biasa dan guru B sebagai wali kelas. Guru B sebagai wali kelas memiliki tugas memasukkan nilai ujian siswa ke dalam rapor dan guru A sebagai guru mata pelajaran yang memiliki tugas menilai siswa dan hasilnya dilaporkan kepada guru B untuk dimasukkan ke dalam rapor.
Berdasarkan ilustrasi tersebut guru A merupakan pemasok bagi guru B dan guru B sendiri merupakan pelanggan bagi guru A. Guru B sebagai wali kelas tidak dapat melakukan pekerjaannya dengan baik bila guru A tidak melakukan pekerjaannya dengan baik pula. Kualitas pekerjaan guru A mempengaruhi guru B. Konsep ketergantungan (dependency) seperti ini penting dalam hubungan pemasok dengan pelanggan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dengan mengenal dan mengetahui siapa saja pelanggan-pelanggan di dalam dunia pendidikan diharapkan mampu untuk melayani dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Sebab hanya dengan demikianlah sebuah instansi baik instansi umum maupun instansi pendidikan dikatakan bermutu. Semakin kita mengenal karakter dan kebutuhan para pelanggan maka semakin mudah untuk melayaninya, yang pada akhirnya adalah tercapainya hubungan yang harmonis serta lahirnya kepuasan antara intitusi dan pelanggan-pelanggannya.
DAFTAR PUSTAKA
ü Sallis, E. 2010. Total Quality Management in Education. Jogjakarta: IRCiSoD.
ü Fandy Tjiptono, 1997, Total Quality Management. Yogyakarta: Penerbit Andi Offset.
ü Gasperz, Vincent, 1997, Management Kualitas. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
ü Tjiptono, F., dan Diana, A. 2003. Total Quality Management. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Related Posts :
Artikel Pendidikan,
makalah
mohon doa restu - NYA. amin
BalasHapusAmin..
BalasHapus