• Posted by : MI Bustanul Ulum Sumberanyar 31 Oktober 2012

    A. Riwayat Hidup Ibn Taimiyah

             Nama lengkapnya adalah Taqiyuddin Ahmad bin Abd al-Halim bin Taimiyah, lahir di kota Harran, Wilayah Siria, pada hari senin 10 Rabiul Awwal 661 H. bertepatan dengan 22 Januari 1263 M dan wafat di Damaskus pada malam Senin, 20 Zulqaidah, 728 H. bertepatan dengan 26 September 1328 M. Ayahnya bernama Syihab a-Din ‘Abd al-Halim Ibn ‘Abd as-Salam (627-672 H.) adalah seorang ulama besar yang mempunyai kedudukan tinggi di Masjid Agung Damaskus. Di samping sebagai khatib dan imam besar di masjid tersebut juga sebagai guru dalam bidang tafsir dan hadits. Bahkan direktur Madrasah Dar-al-Hadits as-Sukkariyah, yang bermazhab Hambali. Di sinilah pertama kalinya Ibn Taymiyah dididik.

          

             Kakeknya, Saikh Majd ad-Din al-Barakat ‘Abd al-Salam Ibn ‘Abd Allah (590-652 H.), dipandang sebagai Mujtahid Mutlak dan alim terkenal yang ahli tafsir (mufassir), ahli hadits (muhaddits) dan ushul fiqh (ushuli), ahli fiqh (faqih), ahli nahwu (nahwyy), dan pengarang (mushannif). Sedangkan pamannya dari jalur bapak yang bernama al-KhatibFakhr al-Din dikenal sebagai cendekiawan muslim populer dan pengarang yang produktif pada masanya. Demikian pula Syaraf ad-Din Abd Allah Ibn Abd al-Halim, adik laki-laki Ibn Taimiyah, ternyata juga dikenal sebagai ilmuwan muslim yang ahli dalam bidang ilmu kewarisan Islam (faraid), ilmu-ilmu hadits (ulum al-hadits) dan ilmu pasti (ar-Riyadiyah).

    Ibn Taimiyah sendiri sejak kecil dikenal sebagai anak yang cerdas, tinggi kemauan dalam studi, tekun dan cermat dalam memecahkan masalah, tegas dan teguh dalam menyatakan dan mempertahankan pendapat (pendirian), ikhlas dan rajin dalam beramal shaleh, rela berkorban dan siap berjuang untuk jalan kebenaran.

    Pendidikannya diperoleh dari sejumlah guru terkenal, di antara adalah Syam ad-Din Abd ar-Rahman Ibn Muhammad ibn Ahmad al-Maqdisi (597-682 H.) seorang ahli hukum Islam (faqih) ternama dan hakim agung pertama dari kalangan mazhab Syafii di Siria, setelah Sultan Baybars (1260-1277 M) melakukan pembaharuan di bidang peradilan. Muhammad Ibn ‘Abd al-Qawi Ibn Badran al-Maqdisi al-Mardawi (603-699 H), seorang muhaddits, faqih, nahwyy dan mufti serta pengarang terpandang pada masanya, juga merupakan salah seorang guru Ibn Taimiyah. Demikian pula al-Manja Ibn Utsman Ibn As’ad al-Tanawukhi, seorang ahli fiqh dan ushul al-fiqh serta ahli tafsir dan ilmu tata bahasa; dan Muhammad Ibn Ismail Ibn Sa’ad al-Syaibani (687-704 H), seorang muhaddits, tata bahasa, sastra, sejarah dan kebudayaan. Masih banyak lagi gurunya yang tidak dapat disebutkan di sini.

    B. Konsep Pendidikan Ibnu Taimiyah
    1. Falsafah Pendidikan
    Dasar atau asas yang digunakan sebagai acuan falsafah pendidikan oleh Ibn Taimiyah adalah ilmu yang bermanfaat sebagai asas bagi kehidupan yang cerdas dan unggul. Hal ini dibangun atas dua hal, (1) al-Tauhid (mengesakan Allah), (2) tabiat insaniyah (kemanusiaan).

    2. Tujuan Pendidikan
    a. Tujuan Pendidikan Individual
    Diarahkan pada terbentuknya pribadi muslim yang baik, yaitu seseorang yang berfikir, merasa dan bekerja pada berbagai lapangan kehidupan pada setiap waktu sejalan dengan perintah al-Quran dan al-Sunnah.
    b. Tujuan Sosial
    Pendidikan harus diarahkan pada terciptanta masyarakat yang bak sejalan dengan ketentuan al-Quran dan al-Sunnah.
    3. Kurikulum
    Kurikulum atau materi pelajaran yang harus diberikan kepada anak didik adalah mengajarkan mereka sesuai yang diajarkan Allah kepadanya, dan mendidiknya agar selalu patuh dan tunduk kepada Allah dan rasulNya. Hal ini bisa dilakukan melalui empat tahap; Pertama, kurikulum yang berhubungan dengan mengesakan Allah (al-Tauhid). Kedua, kurikulum yang berhubungan dengan mengetahui secara mendalam (ma’rifat) terhadap ilmu-ilmu Allah. Ketiga, Kurikulum yang berhubungan dengan upaya yang mendorong manusia mengetahui secara mendalam (ma’rifat) terhadap kekuasaan (qudrat) Allah. Keempat, Kurikulum yang berhubungan dengan upaya yang mendorong untuk mengetahui perbuatan-perbuatan Allah.

    Berdasarkan tujuan dan kurikulum tersebut, ia membagi ilmu melalui kekhususannya, (1) ilmu-ilmu yang dapat menyempurnakan agama dan akal, (2) ruang lingkup kurikulum, dibagi menjadi empat bagian; (a) Ilmu Ijbariyah (ilmu yang dipaksakan) dan (b) Ilmu Ikhtiyariyah (ilmu yang diusahakan).

    4. Bahasa Pengantar dalam Pengajaran
    Ibn Taimiyah menganjurkan agar penggunaan bahsa Arab dalam pengajaran dan percakapan. Hal ini didasarkan pada pandangannya bahwa penguasaan secara mendalam dan teliti terhadap bahas Ara merupakan tuntutan Islam dan sesuatu yang fardhu ‘ain hukumnya di kalangan ulama salaf.

    5. Metode Pengajaran

    Menurut Ibn Taimiyah, pada garis besarnya metode pengajaran dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu metode ilmiah dan metode iradiyah. Hal ini didasarkan pada pemikirannya bahwa al-qalb (hati) merupaka alat untuk belajar. Hatilah yang mengendalikan anggota badan dan mengarahkan jalannya.

    6. Etika Guru dan Murid
    a. Etika Guru terhadap Murid
    1. Seorang alim merupakan khulafa’ hendaknya senantiasa saling menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan, jangan saling menjegal dan menyakitinya dengan ucapan maupun perbuatan tanpa hak.
    2. Seorang alim hendaknya menjadi panutan bagi murid-muridnya.
    3. Seorang alim hendaknya menyebarkan ilmunya tanpa main-main atau sembrono.
    4. Seoang alim hendaknya membiasakan menghafal dan menambah ilmunya serta tidak melupakannya.
    b. Etika Murid terhadap Guru
    1. Seorang murid hendaknya memiliki niat yang baik dalam menuntut ilmu
    2. Seorang murid hendaknya mengetahui tentang cara-cara memuliakan gurunya serta berterima kasih kepadanya.
    3. Seorang murid hendaknya mau menerima setiap ilmu, sepanjang ia mengetahui sumbernya.
    4. Seorang murid hendaknya tidak menolak atau menyalahkan mazhab yang lain atau memandang
    mazhab lain sesat.

    Leave a Reply

    Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

  • Copyright © - MI BUSTANUL ULUM

    MI BUSTANUL ULUM - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan